Sunday, May 30, 2010

Mengapa Jumlah Korban Kecelakaan Lalulintas Bertambah Terus!

Koran Poskota baru-baru ini melaporkan ada delapan orang tewas, dan belasan lainnya luka berat dan ringan dalam tabrakan beruntun antara truk tronton dengan minibus Suzuki Carry, Toyota Kijang dan Sedan Suzuki Baleno, di Kampung Paslon, Desa Nagreg, Kecamatan Nagreg, Kabupaten Bandung. Korban meninggal dunia adalah penumpang Toyota Kijang warga Jalan Wedana, Jayagiri dan Jalan Raya Parongpong, Lembang, Kabupaten Bandung Barat .

Di hari lain, masih Pos Kota, bertutur ada sebuah mobil mini bus Suzuki Carry yang membawa rombongan sinden asal Karawang terperosok masuk ke jurang sedalam 10 meteran di Jl. Raya Cikalong Kulon, Kampung Pondok Jaya, Desa Warung Doyong, Minggu siang. Kecelakaan yang diduga akibat sopir ngantuk ini menewaskan dua orang. Kedua orang itu; sang sopir Ahmad Khairudin,38, warga Kampung Kepuh RT 01/04 Citarik, Tirta Mulya, Karawang, dan seorang sinden Odah,28, warga Kampung Pagar Lumbung, Desa Purwajaya, Tempuran, Karawang. Kedua jenanah dibawa ke RSU Cinjuar dan siangnya dibawa keluardanya untuk dimakamkan di Karawang. Sedangkan 12 lainnya selamat dan hanya mengalami luka ringan.

Dari Kota Empek-empek, Palembang, Pos Kota menyampaikan reportasenya. Sebuah mobil Travel Srikandi BG 1427 QN penuh penumpang dari Tanjungenim- Palembang, Rabu malam menabrak truk berisi batu koral yang sedang mogok di Jalan Lintas Sumatera KM 45 Kecamatan Inderalaya Utara, Ogan Ilir. Akibatnya, 5 penumpang tewas di tempat, empat luka berat.

Kebanyakan penumpang tewas duduk di bangku pertama dan kedua di belakang sopir, yakni Edy Syafri, 49, karyawan PTBA yang tinggal di Kompleks BTN Air Paku, Tanjung Enim, Andri Gunawam, 27, warga Kembang Dadar, Palembang, M. Idris, 36, dan Musadad, keduanya warga Plaju Palembangm serta Hernaldi, 40, yang meninggal di perjalanan ke rumah sakit.

Kalau dicermati, ada dua kelompok korban tewas. Ada yang tewas di tempat kejadian, dan ada pula yang meninggal dunia di rumah sakit. Tentu saja jumlah korban meninggal menjadi semakin membesar saja. Fakta berbicara bahwa ‘kesalahan’ penanganan korban luka yang berakibat tak tertolong lagi nyawanya menyumbang angka yang cukup signifikan. Mengapa itu dapat terjadi.

Ada beberapa faktor yang menjadi prima kausanya. Contoh yang sering kita dengar di warta yang direlease oleh stasiun teve. Bahwa korban yang luka dilarikan ke rumah sakit terdekat. Nah inilah biang pertama yang membuat korban luka menjadi bertambah parah. Bayangkan saja korban yang untuk berdiri saja tidak mampu, tiba-tiba harus dilarikan. Pasti tambah parah! Orang sehat saja, kalau enggak pernah olahraga lari, tiba-tiba dilarikan, dijamin nafasnya ngos-ngosan. Pingsan bahkan. Kesimpulannya, melarikan korban lakalantas ke rumah sakit terdekat termasuk dalam ranah Mal Praktek !

Penyebab berikutnya, merupakan sekuen dari kejadian pertama tadi. Setelah si korban dilarikan, sesampainya di rumah sakit terdekat, dia diurus di bagian UGD. Unit Gawat Darurat. Artinya Unit yang menanganinya ini fasilitasnya masih gawat dan serba darurat. Nah, lho!

Penderitaan korban belum selesai. Selanjutnya korban diberi obat-obatan. Ini jelas lebih ngeri lagi. Korbannya itu luka parah beneran. Kenapa hanya diberi obat-obatan. Seharusnya dia mendapat prioritas untuk mendapat obat beneran. Bukannya obat-obatan !

Kalau hanya obat-obatan, pasti mendapatkannya juga dari apotek-apotekan berdasarkan resep-resepan yang diterbitkan oleh dokter-dokteran. Wuah, parah!

---

Kedudukan Hakim Garis dalam Konstelasi Tata Hukum Nasional.

Kita semua sudah tahu bahwa kekuasaan kehakiman menurut Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 merupakan kekuasaan yang merdeka yang dilakukan oleh

sebuah Mahkamah Agung dan badan peradilan dibawahnya, dan oleh sebuah

Mahkamah Konstitusi, untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum

dan keadilan.

Badan peradilan yang berada di bawah Mahkamah Agung tersebut di atas meliputi badan peradilan dalam lingkungan peradilan umum, peradilan agama, peradilan militer, dan peradilan

tata usaha Negara.

Dalam pelaksanaannya, disebutkan bahwa semua pengadilan memeriksa, mengadili, dan memutus dengan sekurang-kurangnya 3 (tiga) orang hakim, kecuali undang-undang menentukan lain.

Ketentuan-ketentuan di atas termaktub dalam Undang-undang No.4 Tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman.

Atas dasar itu maka penulis bertanya kepada pengetik, “Bagaimana kedudukan Hakim Garis dalam konstelasi Tata Hukum Nasional?”

Hakim garis sangat dibutuhkan dalam mengadili berbagai kecurangan yang terjadi di dalam event olah raga. Bahkan hakim garis membantu menentukan kepastian hukum akan posisi bola apakah sudah keluar lapangan atau masuk.

Peranan Hakim Garis sangat menopang kesuksesan penciptaan manusia Indonesia seutuhnya yang sehat rokhani serta jasmaninya. Bukankah event olahraga sangat besar korelasinya dengan kesehatan jasmani?.

Tanpa hakim garis pertandingan Bulutangkis, Tenis Lapangan, Bola volley dan Sepak Bola tidak dapat dilangsungkan.

Para hakim berpakaian lengkap, bahkan dilengkapi toga. Tapi kenapa hakim garis dalam sepak bola hanya bercelana pendek? Pakai kaos lagi! Lagi pula ada ketidakadilan dalam pemberian fasilitas alat kerja buat hakim garis. Semua hakim punya palu. Kenapa hakim garis hanya dibekali selembar bendera dengan gagang pendek saja. Di mana keadilan dapat ditegakkan?.

Para hakim, kalau menjalankan tugasnya, duduk berdampingan sehingga bisa saling berbisik satu sama lain. Tapi kenapa hakim garis, kalau bertugas, walau cuma dua orang, kok ditempatkan dalam posisi yang berjauhan. Dipisahkan oleh lebar lapangan bola yang tidak mungkin mereka bisa saling berbisik. “Jangankan berbisik, teriak pun tak akan terdengar karena tertimpa bahana sorak sorai supporter Bonek!”

30 MEI 2010 : menit 55, PSM 1, PERSIB 0

Sampai dengan menit ke 55 ( tentu saja pada babak II) skor masih 1 - 0 untuk keunggulan Kesebelasan PSM. Persib yang mengenakan kostum putih-putih, masih berupaya mengejar ketinggalannya untuk menyamakan skor bahkan kemudian mengungguli lawannya. Banyak yang protes mengapa kok beritanya terbalik? Saya katakan ini yang benar. Persib adalah singkatan dari Persatuan Sepakbola Indonesia Bravomakassar. sedangkan PSM, yang mengenakan kostum biru-biru, adalah Persatuan Sepakbola Maungbandung.
Dalam pertandingan ini PSM menurunkan pemain termuda yaitu Cucu Hidayat. Kakek Hidayat sendiri hanya jadi suporter saja. Demikian sekilas info.

Selanjutnya, setelah wasit, kata komentator ANTV, meniup peluit panjang, skor menjadi 2 - 0 untuk Persatuan Sepakbola Maungbandung (PSM). Komentar terpenting dari kejadian ini adalah tentang perkataan komentator yang menyebut wasit telah meniup peluit panjang berbuntut kepada masalah hukum.
Komentator ANTV dituduh telah melakukan kebohongan publik. Kenyataan yang senyata-nyatanya, setelah melihat rekaman ulang dalam slow motion, wasit tidak meniup peluit panjang. Peluit yang digunakan termasuk pada kategori peluit pendek. Yang benar adalah wasit telah meniup peluit pendek dengan bunyi peluit yang panjaaaangngng ... dan melengking memekakkan telinga para pemain bola. Demikan duakilas info.

30 MEI 2010 : PERSIJA 5, AREMA 1.

Menyaksikan pertandingan bola minggu 30 mei 2010 di layar stasiun antv cukup mengasyikkan.
Penonton membanjiri Stadion Bung Karno, Senayan, bagaikan semut mengerubuti bangkai belalang. Jumlahnya mencapai angka 80 ribu penonton. Itu belum termasuk penonton yang tidak bisa masuk ke dalam stadion yang sudah tidak mampu menampung lagi.
Skor yang anda baca di surat kabar atau media online yang konvensional adalah 5 - 1 untuk kemenangan Arema. Itu tentu saja sangat berbeda dengan hasil pengamatan saya yang justru berbalikkan. Skor 5 - 1 untuk kemenangan Persija. Persija, kependekan dari Persatuan Sepakbola Indonesia Jagoan Arema unggul 5 atas Arema. Arema adalah kependekan dari Arek-arek Macan Kemayoran. Demikian sekilas info.