Thursday, June 17, 2010

World Cup 2010 : Rahasia Kekalahan Spanyol dari Swiss

Pertanyaan yang muncul dini hari 17 Juni, seusai laga World Cup 2010 di Grup H, adalah mengapa Spanyol bertekuk lutut di hadapan kesebelasan Swiss. El-Matador, penyandang juara Eropa 2008, yang digadang-gadangkan akan berpesta gol ternyata buntu. Gawang negeri jam tangan Switzerland bagaikan bercover batu cadas, tak mampu ditembus Xavi dkk.

Para pengamat dan ahli strategi persepakbolaan mencoba menganalisa penyebab kekalahan Spanyol yang mengejutkan ini.

Ada yang bilang ini berkaitan dengan masalah disiplin. Swiss mempunyai tradisi tepat waktu. Industri jam tangan di negerinya menuntut ketepatan dan keakuratan. Jika terlalu cepat, apalagi lambat, maka tidak akan laku di pasaran.

Akan halnya negeri Banteng Ketaton sungguh berbeda. Namanya juga banteng, ya… kurang disiplin lah. Kerjanya hanya menyeruduk sepanjang 2 x 45 menit kesana kemari tanpa hasil.

Dari segi kostum yang dikenakan kedua kesebelasan juga sudah berbicara demikian. Swiss menjadi kesatria suci tanpa dosa karena menyandang kostum putih. Sedangkan El-Matador, betul pemberani, dengan kaos merah itu, tapi itu berlumurkan darah banteng yang sering ditusuk pedang matador. Dosa lho, suka menyakiti bintatang itu. Kesimpulannya yang suci lebih diberkahi daripada yang suka menyakiti khewan.

Ada yang mengkambinghitamkan bola Jabulani yang terbuat dari kulit badak sebagai biang kekalahan Spanyol. Bisa jadi. Soalnya, pelatih Inggris Fabio Capello menilai bola resmi Piala Dunia 2010 Jabulani ini merupakan bola terburuk yang pernah dilihatnya sepanjang karirnya sebagai pelatih. Menurut Capello, Jabulani telah mengacaukan pelaksanaan Piala Dunia 2010. Karena itu, Capello berencana akan melakukan perubahan komposisi pemain ketika Inggris menghadapi Aljazair dalam pertandingan lanjutan Grup C.

Pemain-pemain El-Matador seperti David Villa, Xavi Hernandez atau Iniesta terlalu monoton dan kaku, selalu menembak ke gawang lawan yang sudah dijaga kiper Swiss, Diego Benaglio yang piawai. Seharusnya mencoba menembak kesamping kiri atau kanan gawang yang tidak terjaga. Dengan Jabulani, bola, dengan sendirinya akan berbelok sendiri ke gawang lawan tanpa terduga. Kalau nggak percaya tanya pemain Brazil pencetak gol pembuka sewaktu mengalahkan Korea Utara 2 – 1.

Apakah kualitas pelatih “La Furia Roja” Spanyol di bawah Swiss? Mungkin juga. Itu tergantung dilihat dari sisi mana. Vicente Del Bosque, pengganti Aragones pelatih El-Matador di Piala Eropa 2008, memang lebih jelek dibanding Ottmar Hitzfeld pelatih Negeri Rolex. Itu, setidak-tidaknya, kalau kita minta pendapat dari istri Ottmar.

Apakah trompet Vuvuzela yang ditiup supporter tiada henti sepanjang pertandingan mempengaruhi terjadinya kekalahan tim La Furia Roja? Jawabnya, ya. Konsentrasi seorang matador harus focus dan focus sepanjang laga. Ketika frekuensi tinggi yang diproduksi vuvuzela membahana terus menerus, maka pekaklah kuping sang matador. Ia tidak mampu mendeteksi derap banteng Swiss yang akan menyeruduknya dari belakang. Maka kita bisa menyaksikan bagaimana Iniesta berbalut kostum merah El-Matador keluar lapangan terpincang-pincang setelah diseruduk banteng putih.

Akan halnya kesebelasan Swiss nampaknya tak terpengaruh tiupan vuvuzela. Mereka menerapkan ritme permainan dengan mengikuti detik waktu jam tangan Rolexnya. Dia tidak menjadi lambat. Tetap semangat hingga wasit meniup peluit pendek dengan bunyi tiupan panjangnya tatkala slor berhenti di angka 1 – 0 untuk Rolex.

---

No comments:

Post a Comment