Sunday, June 6, 2010

Yang Lucu dari Piala Dunia 2010

Grobag dan Drogba.

Kecuali yang cuek bongkek, seluruh penduduk Indonesia kenal dengan yang namanya Drogba. Kalo mau disusun ulang huruf-hurufnya bisa aja jadi Grobag. Apa hubungannya Drogba ,striker kondang milik Chelsea, dengan grobag? Kalo dihubung-hubungkan, ya mesti ada. Drogba dengan grobag sama-sama ngototnya. Kalo udah maju, sulit mundurnya. Sulit disingkirkan apalagi didepak. Sama-sama kokohnya sama-sama uletnya. Drogba dan grobag sama-sama mesin uang mesti menggelinding terus!

Drogba alias Didier Drogba, seandainya punya KTP, adalah penduduk Negeri Pantai Gading. Sebuah Negara di belahan benua Afrika yang usianya baru 50 tahunan (merdeka 7 Agustus 1960). Yang gemar berbahasa Inggris menyebutnya Ivory Coast. Yang beraksen Perancis lebih suka memanggil Republique de Cote d’Ivoire. Penduduknya sekitar 20 jutaan orang saja termasuk Mas Drogba si raja bola itu. Di sudut pesawat TV Pantai Gading ditulis CIV. Kenapa begitu? Ya kalo ditulis Tuti atau Evi bisa salah tafsir. Bisa-bisa dikira pertandingan yang lain.

Negara ini disebut Pantai Gading, mungkin dulunya banyak gading gajah yang terdampar di pantai. Maklum kita tahu kalo Afrika itu adalah Taman Gajah Dunia. Atau pungkin juga pantai di situ warna pasirnya, setelah dicat pake spidol, menjadi berwarna gading. Atau mungkin juga tokoh-tokoh nenek moyang mereka berasal dari Pulo Gadung. Sebuah pulau tentu harus punya pantai. Pantainya sudah barang tentu bernama Pantai Gadung. Karena proses verbal vocal dan kelirumologi berubah menjadi Pantai Gading.

Meski usianya 15 tahun lebih muda dari Indonesia tapi squad bola mereka telah bercokol di prestasi kelas dunia. Dalam uji coba awal Juni 2010, sebagai ajang pemanasan Piala Dunia, Mas Drogba dkk menyengat team Paraguay. Kesebelasan yang sudah kondang dari Amerika Latin ini sempat dipermalukan, ketinggalan 0-2. Untung saja, setelah Drogba ditarik keluar, mampu menyamakan kedudukan 2-2 sampai peluit akhir dibunyikan. Sebagaimana penduduk Afrika pada umumnya para pemain bola Pantai Gading tidaklah berkulit gading. Mereka berkulit hitam. Mengkilat, kokoh, kuat dan ototnya bagai Gatutkoco bin Gatusso. Minumannya mungkin Kuku juga, cuma bukan Kuku Bimo karena di sana tidak ada wayang kulit.

Selain Mas Drogba, pemain terkenal dan berbahaya (maksudnya berbahaya itu apa ya? Apa menular atau belum bersih lingkungan?) lainnya adalah Kolo Toure. Ia biasa merumput (emangnya kambing!) di Manchester City sebagai Defender. Sesuai namanya pemain jangkung ini mirip Betoro Kolo. Dia siap mematikan lawan yang coba-coba mau memasuki daerah rawan kesebelasannya (rawan juga apa kamsudnya? Ada ada perang antar kampung atau tawuran anak sekolah?).

Selain Didier Drogba, squad Pantai Gading diperkuat juga oleh Didier yang lain. Tentu saja Didier yang dimaksud tidak ada kekerabatan dengan Didier Nini Towok, Didier Petet ataupun Didier Kempot. Dia adalah Didier Zokora. Pemain berusia 20, tahun jangkungnya 183 cm, menjelajahi kawasan selaku midfielder. Kostum yang digunakan, sesuai dengan falsafah kita Pancasila yaitu nomor punggung 5. Kenapa nomor punggung 5. Iya lah. Orang tulisannya di punggung. Kalo di pinggang pasti Nomor Pinggang 5 !

Dalam kejuaraan Piala Dunia 2006 Pantai Gading berada dalam sebuah grup yang cukup berat. Dia berseteru dengan Argentina, Belanda dan Serbia Montenegro. Tanggal 10 Juni 2006 Pantai Gading kalah tipis 2-1 dari Argentina. Enam hari kemudian skor yang sama diperoleh ketika menghadapi Belanda. Ketika berhadapan dengan Serbia Montenegro, pasukan Mas Didier Drogba baru memetik kemenangan dengan angka 3-2, sekaligus terhindar dari predikat juru kunci. Pantai Gading angkat kopor hanya sampai putaran pertama saja.

Empat tahun kemudian, di World Cup 2010, kembali Pantai Gading mendapat undian yang menantang. Ia harus mampu melawan raksasa bola Brazil dan Portugal. Disebut raksasa bola karena Brazil itu setiap saat disebut berhasil. Tak pernah kalah. Di Grup G lawan yang paling empuk, meskipun belum tentu terbukti, hanyalah Korea Utara. Untuk keperluan ini Pantai Gading memanggil pelatih yang sudah punya nama (emangnya pelatih yang lain nggak punya nama!) yaitu Sven Goran Eriksson dari Swedia. Tarifnya konon khabarnya lebih mahal dari Elpiji tabung tiga kilogram sebanyak satu kapal. Si Uda Goran ini terkenal sebagai pelatih bertangan dingin karena ia sering memegang es batu. Kesebelasan manapun yang dia latih, asalkan menang, pasti menjadi juara. Semua kesebelasan yang dia tangani (meski menyepaknya pakai kaki), kecuali yang gagal, selalu menjadi juara. Sven Goran itu, meski tidak pandai Bahasa Indonesia, suka membaca berbagai Goran. Goran Jawapos, Kompas, Media Indonesia dan Surya adalah kegemarannya. Dia gor-goran menghabiskan uang untuk membeli bacaan goran Indonesia tadi.

Kostum yang disandang Pantai Gading berwarna bagaikan warna bendera mereka yang kuning tua, putih dan hijau. Kaosnya berwarna kuning tua, celananya pendek putih, dan kaos kaki berwarna hijau. Pokoknya keren deh ! Kaos ini diharapkan membawa hoki. Koq hoki? Kan permainannya sepak bola. Iya ya… maksudnya membawa keberuntungan gitu lho…

---

No comments:

Post a Comment